Wednesday, April 12, 2006

*slice of life

The hyperealistic one.
My other one.
Menulis tentangnya pun jadi pelarian.
Dari segala bentuk ke-absurd an.
Wajar menurutku.
Tidak buat mereka.
Parameter normatif yang sering tidak logis.
Kehidupan sampah yang diberi label.
Dan dikemas dalam bungkus yang indah.
Sebenar-benarnya adalah kosong.
Bahkan minus.
Hidup cuma sebesar bola dunia.
Isi seluruhnya hanya masalah.
Dan kita dihadiahi kalbu.
Tidak bisa kusamakan dengan pikiran, apalagi hati.
Harusnya bisa dipakai.
Karena fungsinya lebih dari sebesar bola dunia.
Tapi seringnya jarang dipakai.
Lebih sering pakai hati.
Lahirlah produk baik dan jahat.
Banyak yang pakai pikiran.
Berbuah solusi sesaat yang penuh perhitungan.
Lebih bagus telanjangi saja pikiran itu sampai sebodoh-bodohnya.
Dan kuras isi hati sampai perih.
Menangis sepanjang waktu.
Padahal waktu saja buatku tidak ada.
Waktu cuma buatan.
Supaya banyak hal tidak bentrok dilakukan satu sama lain di saat yang sama.
Hai, perfect stranger...
Kutanya pada kalbuku, apakah kamu benar-benar real.
Kamu ada.
Bahkan sejak dulu. Lama ada.
Lebih dari sekedar ada.
Aku kamu satu.
Bukan menjadi satu.
What we’re having is a crazy thing.
An absurd thing.
Yet real.
Beyond realistic.
Aku kamu satu.
Di dalam kehidupan yang penuh sampah.
But we will create a different world.
World of us.
Us.
Kapanpun, di manapun, dengan siapapun.
Us.

Wednesday, April 05, 2006

love letter

uh, yes.
i love this love letter.
taken from one book i read.

Dear Philo,

I am sitting here. Staring blankly into the air outside the window panes.
I wish for the view to change. But it's still the same old view.
The same old sadness. The same old problem.

Then the rain is trickling down. It wipes away the dust off the street.
Yet what has changed, my love? Nothing.

Love,
Carmen.

duh...