Yang saya tau persis dari dulu adalah hitam dan putih. Sesimple pemahaman mengenai malam itu hitam dan pagi itu putih. Senaif anggapan kalau hitam itu adalah pendekar berwatak culas dan bertampang gahar sementara putih adalah pendekar berkelakuan luhur dan berbudi halus.
Segampang membedakan yang hitam itu buruk legam dan yang putih itu cantik bersih.
Yang saya baru sadar belakangan adalah alasan kenapa sejak kecil saya selalu naik ke atas genteng tiap kali selesai rintik hujan atau mendadak berlari mencari tempat yang enak untuk sekedar memandang. Iya, i'm craving for rainbow.
Sensasi yang diperoleh mata sampai akhirnya turun ke hati dan kadang memaksa saya untuk berpikir benar-benar memberikan pengalaman indrawi sekaligus keajaiban surgawi.
Rainbow, bianglala, pelangi. Menasehati saya untuk bersikap sabar. Ikhlas dalam kondisi apa pun. Kelabu yang dilahirkan mendung dan airmata yang diluapkan hujan pada akhirnya akan dibayar oleh lapisan warna warni yang legit untuk ditelanjangi dan dinikmati.
Tuhan memang adil. Dan hidup tidak cuma untuk hitam dan putih.
Dia membiarkan saya mencicipi merahnya merlot.
Membiarkan tangan saya belepotan coklat cokote.
Membiarkan bibir saya terpulaskan pink muda mac.
Membiarkan telinga saya mengkonsumsi lagu yellow dari semua versi.
Membiarkan kaki saya melangkah dengan purple flat shoes, yang entah kenapa berani-beraninya saya beli.
Membiarkan mata saya menyapu semua warna-warni lukisan di dinding hotel four seasons.
Tuhan memang maha adil. Bagaimana jadinya kalau dunia cuma melulu hitam dan putih? Ah, saya rasa saya lagi cinta-cintanya sama warna. Sama rainbow. Sama kamu.