Semalem ke TIM, jadi inget jaman dulu sering maen ke sana.
Bukan nongkrong gak jelas tapi semata demi 'barangkali ketularan ilmu' gituh.
Cinematography.
8 tahun yang lalu, 1997.
Dari SMA dulu pengen banget masuk ke IKJ jurusan cinematography tapi gak kejadian.
Waktu maen sama beberapa anak cinemato IKJ sempet iseng ikutan proses bikin film pendek buat tugas akhir salah satu temen.
Ceritanya tentang satu orang cowo' yang nyolong jemuran trus dikejar orang sekampung tapi berhasil lolos dan baju hasil labaannya itu dijual buat beli obat buat bapaknya yang sakit2an dalam durasi 30 menit.
Buat gua saat itu, seharusnya film itu cukup bisa mancing emosi: ya marah, kesel, sedih, mengharukan sekaligus kocak. Gua gak terlalu berkesan sama hasil akhirnya tapi lebih ke proses bikinnya.
Kameranya handheld yang saking asiknya megang kamera, si cameraman yang juga merangkap sutradaranya jadi heboh karena mesti lari sana sini, goyang kanan kiri dan begitu kita preview banyak gambar yang gak fokus dan dia sembunyi di balik alasan "biar berkesan riil".
Belum lagi banyak scene ( terutama di adegan kejar2an ) yang menggunakan teknologi digital yang di-blow-up hingga semua warna pecah dan buat orang lain yang ngeliat, katanya sih, bikin sakit mata. Sementara buat kita yang bikin, bilangnya: ini khan film eksperimen.
Gak cuma eksperimen dengan kamera saja tapi juga di proses editingnya, temen gua itu jadi pusing sendiri sama stock shot yang ada karena banyak yang kontiniti framenya kalo digabung malah gak smooth dan akhirnya dia came up dengan solusi jitu: jump editing.
Waktu semua sudah selesai dan kita tonton bersama, gua cuma bisa bilang, 'treatment filmnya rada aneh'.
Temen gua bilang, 'ini namanya film indie, gaya aliran Dogme!'.
Gua cuma bisa ngangguk sok ngerti, tapi gua gak tahan buat komentar, 'dogme atau doggie buat gua mah yang penting ceritanya'.
Temen gua cuma ketawa lepas, 'ini film art and you just don't get it'.
Yeah..yeah, right! Nice try to feel guiltless, friend.
Dan sialnya gua baru tau belakangan kalau yang namanya film indie itu bukan masalah film goyang atau cerita nonsens dengan efek di mana-mana.
Tapi ternyata lebih tentang jalur distribusi yang gak melalui distribution companies yang besar dan film indie juga bukan berarti melulu memajang nama satu orang yang merangkap sebagai producer, sutradara, penulis, dop, art director, editor dan seterusnya.
Dan sekarang banyak orang yang sering muji atau malah nyerca sebuah film bukan lebih ke content cerita tapi lebih ke label: Indie? Art Movie? Commercial? atau Cult Movie?.
Seperti comment temen gua yang cewe' waktu gua mau muter film Amelie di rumah, dia males dan bilang, 'mending nonton The Saint, keren atau ini aja nih...Cinta Silver daripada Amelie, gak komersil'.
Dezzzzzigh!!!