Wednesday, June 21, 2006

Suratku

Dear Hujan,
Lihat kini
Rambutku kuyup
Buku-bukuku basah dalam tas selempangku
Padahal masih satu tahun lagi harus terus kubaca
Sepatuku penuh air
Dan aku cuma punya satu pasang sepatu
Belum lagi sekarang aku jadi menggigil kedinginan
Kebasahan dalam kelaparan
Pasti aku masuk angin nanti malam
Dan Mak ku sayang pasti akan kebingungan besok pagi
Karena badanku memanas
Hingga ia harus menemaniku di rumah
Mengganti setiap saat kompres di kepalaku
Meninggalkan warung makanannya di dekat pasar

Dear Hujan,
Kenapa tidak nanti saja turunnya?
Kalau aku sudah sampai di rumah
Kalau sudah malam
Biar enak tidurku
Karena biasanya kalau hujan malam-malam
Di rumah jadi tidak banyak nyamuk

Dear Hujan,
Kamu sudah bikin aku jadi murung
Semurung mendungmu
Bikin aku marah
Segalak guntur gemuruhmu
Yang seolah mengajakku bertarung
Kenapa sih kamu sering meledekku?
Dengan lidah halilintarmu
Aku sedih
Aku menangis
Aku menghujan

Dear Hujan,
Kalau saja Mak ku sayang mau meminjamkan
Pisau dapurnya yang sedikit berkarat itu
Akan kubelah mendungmu
Sampai titik air yang jatuh menjadi merah darah
Melukai awan hitammu sampai terkena tetanus
Kalau perlu sampai kamu diamputasi

Dear Hujan,
Kamu sering salah jadwal
Salah tempat
Harusnya kamu kursus etiket dulu

Dear Hujan,
Bisakah kamu tidak muncul dulu
Besok?
Aku harus mengeringkan buku-bukuku
Sepatuku
Tas selempangku
Tolong biarkan matahari yang menyapaku
Sepanjang hari
Terimakasih

Salam,
Aku

*inspired by Ning : you have a very smart kid, Ning..