Setelah jam-jam lenyap dipudarkan jajaran lampu pijar dan mulai meruahkan gerah yang kelabu yang kutau seperti biasanya akan menghitam, dan lagu-lagu keroncong yang kemarin-kemarin termainkan oleh jiwa-jiwa yang gaduh mulai surut menguraikan salam-salam yang sesungguhnya tak pernah benar-benar mengajak pulang, kini tinggal aku.
Puas melepas lelah di ranjang yang mimpiku pun tak lagi ada di sana.
Mulai lagi menarasikan skenario masa depan dengan tinta merah yang keluar deras dari pori-pori di ujung telunjukku, menuliskan basah kering perjalanan syahadat dan membacanya kembali setiap saat semata untuk benar-benar pulang.
Ketika lampu-lampu benar-benar kehilangan pijar dan sebuah bentangan kain putih menutupinya dari serpihan debu yang katanya nanti datang dari langit dan terhembuskan angin membentuk lapisan tipis, aku masih di sini.